Konsumen
adalah individu yang menghabiskan niai guna atau jasa pada suatu produk. Setiap konsumen memiliki cirinya sendiri
bagaimana ia melakukan tindakan ekonomi. Lalu bagaimana dengan perilaku
konsumen Indonesia? Sejauh yang saya tahu
dan lihat konsumen Indonesia cenderung lebih bersifat irrasional.
Irrasiona adalah melakukan suatu keputusan pembelian bukan berdasar pada
kebutuhan tetapi dipengaruhi oleh adanya promo, diskon atau sebagainya. Salah
satu cirri konsumen Indonesia adalah tergiur dengan diskon. Entah kenapa orang
Indonesia begitu sangat tergiur jika sudah mendengar atau melihat adanya diskon
atau pamat alias paket hemat. Menguntungkan atau merugikankah punya sifat
irrasional? Dilihat dari segi harga atau uang yang kita keluarkan mungkin kita
bisa dikatakan berhemat tetapi jika dilihat dari sisi kegunaan produk yang kita
beli semua tergantung pada kebutuhan masing masing. Jika barang yang kita beli dengan embel embel
diskon tersebut memeng kita butuhkan maka kegiatan ekonomi yang kita lakukan
tersebut bermanfaat, tetapi jika tidak maka itu hanya dorongan emosional saja
dan hanya melakukan pemborosan yang pada akhirnya barang tersebut jarang
dipakai atau bahkan tidak pernah dipakai. Menurut informasi yang saya tahu ada
beberapa karakteristik perilaku konsumen Indonesia seperti yang dikemukakan
Handi Irawan berikut ini.
1.Berpikir jangka pendek (short term perspective)
Ternyata sebagian besar konsumen Indonesia
hanya berpikir jangka pendek dan sulit untuk diajak berpikir jangka panjang,
salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba instant.
2.Tidak terencana (dominated by unplanned behavior).
2.Tidak terencana (dominated by unplanned behavior).
Hal ini
tercermin pada kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatannya
menarik (tanpa perencanaan sebelumnya).
3 Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
4.Gagap teknologi (not adaptive to high technology).
3 Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situs social networking seperti Facebook dan Twitter sangat diminati dan digunakan secara luas di Indonesia.
4.Gagap teknologi (not adaptive to high technology).
Sebagian besar
konsumen Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas
pengguna biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan pengguna
lain.
5. Berorientasi pada konteks (context, not content oriented).
5. Berorientasi pada konteks (context, not content oriented).
Konsumen kita
cenderung menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu,konteks-konteks
yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu sendiri.
6.Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect).
6.Suka buatan Luar Negeri (receptive to COO effect).
Sebagian konsumen Indonesia juga lebih
menyukai produk luar negeri daripada produk dalam negeri, karna bias dibilang
kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di indonesia
7.
Beragama(religious).
Konsumen
Indonesia sangat peduli terhadap isu agama. Inilah salah satu karakter khas
konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran agamanya. Konsumen akan lebih
percaya jika perkataan itu dikemukakan oleh seorang tokoh agama, ulama atau
pendeta. Konsumen juga suka dengan produk yang mengusung simbol-simbol agama.
8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.
8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat getol dengan gengsi. Banyak yang ingin cepat naik “status” walau belum waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini, mobil-mobil mewah pun tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomi sekalipun. Menurut Handi Irawan D, ada tiga budaya yang menyebabkan gengsi. Konsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas sosial dan akhirnya terjadi “pemberontakan” untuk cepat naik kelas. Masyarakat kita mengukur kesuksesan dengn materi dan jabatan sehingga mendorong untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (strong in subculture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahan-nya ternyata cukup tinggi. Ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness towards environment). Salah satu karakter konsumen Indonesia yang unik adalah kekurangpedulian mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek kedepan kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan begitu pula dengan kalangan menengah atas relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap mereka.
Lalu bagaimanakan prediksi perilaku
konsumen Indonesia pada masa yang akan datang? Pengusaha nasional Sandiaga Uno
mengutarakan pendapatnya bahwa dimasa yang akan datang konsumen Indonesia akan
cenderung lebih suka yang serba instan, cepat, kritis serta mempunyai mobilitas
yang tinggi. Hal itu harus diperhatikan oleh para konsumen agar lebih
mengetahui apa yang harus dilakukan untuk dapat memuaskan kebutuhan konsumen
Indonesia.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar